LUDOQQ BandarQ | Agen BandarQ | BandarQQ | Domino 99 | DominoQQ

Situs Bandar Judi BandarQ dan Domino99 Online

LudoQQ

Sunday, March 8, 2020

Korona, Wuhan, dan Indonesia

Korona, Wuhan, dan Indonesia

Korona, Wuhan, dan Indonesia

021051900-1582887964-ERmko-Qp-XYAA8p-Vs
http://68.183.232.134  - mengumumkan dua orang Indonesia positif korona. Peng­umuman ini menambahkan Indonesia sebagai negara di luar Tiongkok, laksana Singapura, Korea Selatan, Italia, Iran, dan Amerika, yang pun sudah terpapar wabah virus korona.

Pengumuman ini pun menjadi peringatan untuk seluruh penduduk Indonesia guna lebih berhati-hati supaya tidak tertular virus yang tadinya menimpa masyarakat Kota Wuhan, Tiong­kok, pada akhir Desember 2019.

Virus korona adalahvirus 2019 novel coronavirus (2019-nCoV). Infeksi virus ini dinamakan covid-19 yang dapat mengakibatkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, dan pada permasalahan yang parah dapat menyebabkan kematian. Hingga ketika ini total di semua dunia yang terinfeksi 93.124, mati 3.201, dan sembuh 50.823

Dalam artikel ini saya bakal berbagi pegamatan individu saya, bagaimana pemerintah dan masyarakat Wuhan bersatu melawan virus ini meskipun Kota Chongqing yang adalahkota lokasi saya studi berjarak cukup jauh dengan Kota Wuhan, yakni sekitar 1.000 km. Saya telah kembali ke Indonesia sejak mula Januari 2020. Namun, saya lumayan mengikuti dinamika pertumbuhan masyarakat Wuhan pada terutama dan Tiongkok pada umumnya. Terutama, pada akhir Januari dan Februari yang adalahpuncak virus ini memakan korban.

Kesigapan pemerintah Tiongkok

Peran Pemerintah Tiongkok saat menghadapi musibah ini paling luar biasa. Seperti yang ramai dikabarkan bahwa mereka sukses membangun lokasi tinggal sakit khusus guna pasien korona melulu dalam masa-masa 10 hari. Karena waktunya yang singkat, tidak sedikit yang menuliskan ini ibarat proyek ‘Roro Jonggrang’ di abad ke-21.

Rumah sakit mempunyai nama Huoshenshan tersebut mulai menerima pasien yang terjangkit virus korona pada 3 Februari di Wuhan dengan kapasitas 1.000 pasien

Sejak 23 Januari, sebagai tahapan pencegahan, pemerintah pusat berkoordinasi dengan pemerintah lokal mengerjakan isolasi terhadap Kota Wuhan, Provinsi Hubei. Pesawat, kereta dan bus yang datang dan pergi ke luar kota ditutup. Di distrik perbatasan dan sejumlah lokasi kunci petugas diturunkan khususnya di gerbang tol untuk mengerjakan pengecekean suhu badan dengan thermo scanner.

Di kampus saya, Southwest University Chongqing yang sekali lagi tempatnya bukan di Kota Wuhan, semua mahasiswa internasional yang bermukim di asrama diperhatikan perkembangannya secara rutin. Jika terdapat yang tidak cukup sehat, terdapat staf yang siap membawa ke dokter. Meskipun demikian, kehidupan berlangsung normal. Mereka dapat masak sendiri atau santap di kantin.

Setiap orang diberi termo­meter untuk memeriksa suhu dan masing-masing sore terdapat petugas datang ke kamar untuk mengerjakan cek suhu badan sekaligus mendata suhu badan yang telah diukur sendiri pada pagi hari.

Berita terbaru, di Tiongkok permasalahan korona turun tajam. Bahkan, Wuhan memblokir 1 dari 16 lokasi tinggal sakit terpaksa setelah menerbitkan pasien terakhir yang sembuh di lokasi tinggal sakit itu.

Kesadaran masyarakat

Tentu tidak mudah saat berhadapan langsung dengan kondisi yang terjadi di Wuhan. Saya mendapatkan kisah dari di antara pelajar yang mengalami waktu genting itu sampai akhirnya pemerintah Indonesia sukses mengevakuasi 238 WNI di Wuhan pulang ke Tanah Air dan mengekor masa observasi sekitar 14 hari di Natuna.

Dia bercerita bahwa hari-hari memang tidak sedikit dihabiskan di apartemen atau asrama. Ketika ke luar mereka mesti menggunakan masker. Market yang memasarkan sembako tidak jarang kali ramai. Namun, terdapat spirit kebersamaan yang menjadi modal guna membalik suasana Wuhan dapat kembali normal.

Di jagat media sosial, masyarakat Tiongkok lebih memilih saling menyebarkan informasi positif ketimbang informasi provokatif. Melalui Wechat mereka rutin berbagi informasi di grup-grup Wechat dan di timeline berupa lokasi keikhlasan masker, pola hidup sehat, serta hal-hal yang butuh dihindar sampai-sampai tidak mengherankan andai kita pernah menyaksikan ada video yang diunggah berupa teriakan bersahut-sahutan, “Wuhan jiayou, Wuhan jiayou!.”

Bersatu melawan korona

Setelah pemberitahuan 2 ­orang yang positif tekena virus korona, pemerintah Indonesia mesti lebih antisipatif, waspada, dan mengerjakan langkah-langkah khusus sampai-sampai virus ini tidak menyebar ke mana-mana.

Dalam urusan ini kita dapat belajar dari pemerintah Tiongkok seperti mengerjakan ‘jemput bola’ dengan mengerjakan pengecekan suhu badan di sejumlah lokasi tertentu sebab masih tidak sedikit masyarakat Indonesia yang saat sakit memilih berobat sendiri di rumah.

Pernyataan-pernyataan dari pejabat publik pun seharusnya dipertahankan sehingga tidak menciptakan masyarakat bingung dan gaduh. Termasuk, kemudahan medis yang menyokong harus disiapkan guna menangani mereka yang terpapar virus ini. Media TV dan koran (cetak dan elektronik) pun punya tanggung jawab untuk mengabarkan berita yang edukatif untuk masyarakat.

Di samping itu, sokongan masyarakat supaya bersatu melawan dan terbebas dari virus ini. Kita seyogianya lebih arif bermedia sosial, tidak menyebar ketakutan lagipula hoaks. Para artis dan influencer mungkin dapat membuat konten positif menilik masyarakat Indonesia paling akrab dengan media sosial.

Hal lain, dalam menghadapi situasi laksana ini, tidak boleh sampai terdapat yang menimbun sembako dan masker bahkan mendongkrak harga. Mereka yang hendak mengambil keuntungan individu di atas penderitaan butuh ditindak tegas secara hukum sebagai tindakan ilegal.

Pengawasan di bandara mesti lebih diperketat. Pemerintah mesti beraksi preventif di semua bandara internasional di semua Indonesia dengan merealisasikan standar sah dari World Health Organization (WHO).

Pada akhirnya, ayo kita terus menggalakkan hidup sehat, beranggapan positif dan berdoa. Jangan hingga panik berlebihan yang menyebabkan kita ‘mati’ sebenarnya tidak terpapar virus korona. Seperti analogi yang diceritakan no­velis Anthony de Mello:

Wabah sedang mengarah ke Damaskus, dan melalui seorang Kafilah di padang gurun. “Mau ke mana kau Wabah?” tanya Kafilah. “Mau ke Damaskus, inginkan merenggut 1000 nyawa”.

Sekembalinya dari Damaskus, Si Wabah ketemu lagi sama Kafilah itu, dan Kafilah protes, “Hai Wabah, kau merenggut 50.000 nyawa, bukan 1000 laksana katamu” “Tidak”, kata Wabah, “Saya benar ambil 1000 nyawa, sisanya mati sebab ketakutan”.