DOMINO 99 - Mahasiswi SMP ini Diperkosa 7hari Di Sesetan Hingga Hamil
Tanpa berkonsultasi dengan tim penasihat hukum yang mendampinginya, Erfan Handoko (28) langsung mengajukan banding terhadap vonis yang dijatuhkan majelis hakim.
Demikian disampaikan Erfan menanggapi vonis sembilan tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Rabu (19/12/2018).
Di sisi lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I GAP Mirah Awantara belum menanggapi, dan masih pikir-pikir.
Majelis hakim menyatakan, terdakwa Erfan telah terbukti bersalah melakukan persetubuhan terhadap anak.
"Saya banding" ucap Erfan singkat kepada majelis hakim pimpinan I Made Pasek.
Dengan diajukannya banding oleh terdakwa, Hakim Ketua Made Pasek pun meminta agar terdakwa mengajukan surat permohonan banding.
Sementara dalam pembacaan amar putusan majelis hakim menyatakan, terdakwa Erfan Handoko telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak.
Yaitu, melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan kepadanya.
Terdakwa pun dijerat Pasal 76 D jo Pasal 81 ayat (1) UU RI No.35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana dakwaan pertama jaksa penuntut.
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Erfan Handoko dengan pidana penjara selama sembilan tahun, dikurangi selama ditahan sementara. Menjatuhkan denda Rp 1 miliar, apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama empat bulan," tegas Hakim Ketua I Made Pasek.
Pegiat anak yang juga pendamping korban, Siti Sapurah merasa keberatan atas vonis sembilan tahun yang dijatuhkan terhadap terdakwa.
"Harapan saya sebenarnya tuntutan 13 tahun penjara yang diajukan jaksa, jika berdasarkan keadilan untuk korban, tentu tidak adil. Kita lihat anak 13 tahun dipaksa diajak melakukan persetubuhan dan diancam. Tidak alasan pembenar yang menyatakan itu adil. Karena apa, trauma yang dialami oleh korban akan seumur hidupnya," tegasnya ditemui usai sidang.
"Dari tuntutan 13 tahun, turun menjadi vonis 9 tahun, adil kah untuk seorang anak. Apalagi perempuan," imbuh perempuan yang akrab disapa Ipung ini.
Menurutnya, kehormatan perempuan yang dirampas secara paksa tidak bisa digantikan dengan hukuman penjara yang hanya hitungan tahunan.
Paling tidak kata Ipung, setiap pelaku kejahatan seksual mendapat hukuman maksimal.
"Mungkin menurut saya, hukuman 15 tahun pun masih kurang. Intinya hukuman mati. Makanya saya selalu teriak, bisa tidak pelaku kejahatan seksual di Indonesia di pidana 20 tahun, maksimal hukuman mati," ucapnya.
"Dan sampai saat ini perkara kejahatan seksual tidak pernah dijuntokan ke UU No.17 tahun 2019 lahirnya dari Perpu No.1 tahun 2016 ancaman pidananya minimal 20 tahun, maksimal hukuman mati dan hukuman kebiri. Ini tidak pernah dipasangkan," papar Ipung.
Diketahui, perbuatan bejat yang dilakukan terdakwa secara terus menerus terhitung sejak tanggal 1 hingga 7 Juni 2016 di Yayasan Pelangi Anak Negeri yang beralamat di Jalan Tukad Pule Gang Teratai Putih, Sesetan, Denpasar.
Berawal ketika saksi korban berinisial AG tengah belajar sendirian di ruang tamu.
Tiba-tiba terdakwa datang menarik tangan sembari membekap mulut korban dan menyeretnya ke kamar mandi.